Powered By Blogger

Sabtu, 22 Januari 2011

kejujuran itu

hidup bukanlah ketakutan
tapi catatan yang dalam tiap lembarannya
selalu tertuang kejujuran

lihatlah bumi
jujur menerima terik matahari
sebab baginya
awal mula penciptaan
adalah kejujuran itu sendiri

kejujuran adalah tumbuhan hidup
berakar dihati,
berdaun dilangit

cobalah mengingat
sedari surya terbangun hingga purnama membuainya
berapa banyak kejujuran
yang kalian tuliskan
sebanyak jarum jam kah
atau hanya sekali lompatan waktu

cukup di ingat jangan di jawab

benalu
mengingkari kejujuran kayu
mungkin baginya dialah raja
sedang kayu adalah pekerja

kejujuran ditangan kiri
memberimu mati
kejujuran ditangan kanan
memberimu kehidupan

hari ini
kejujuran menari
entah nanti


ungke
kolaka 2011

Jumat, 21 Januari 2011

tentang zaman atau kematian

mata,
yang sayu tampak enggan berpejam
berterangkan lilin yg sedikit berpijar
alunkan nada kesunyian malam

handphone berdering
"kriing" ... "kriing" .. 
gantikan nyanyian jangkrik kecil bergeming
tak tampak lagi malam yg terbiasa beriring 

alamku hilang
indahnya jadi kelam bak jarum ketakutan
ditelan "TEKNOLOGI" tuntutan zaman
melampaui batas kewajaran akal pikiran 

petir menggelegar..
nadanya mengandung amarah
"membusuk lah perusak alam

matilah dalam penderitaan"

seiring langkahnya 
karyaku mengalir terwakilkan air tangisan
mengalir tak tertahan
simbol negaraku terkikis benih kematian

leluhur dan pancaroba

buat para leluhur,
tahukah kalian tentang musim pancaroba
yang kini memeluk nisanmu

tidak,
musim ini lebih ganas dari yang kalian pernah rasakan

dahsyatnya
matahari membakar matahati
yang beterbangan bersama debu
kiriman dari puncak tempat kalian bersemayam
:mungkin kurang sesembahan

ada juga hujan hanya bening sekejap
selebihnya keruh bergemuruh mendahsyatkan
menelan nasib para pengungsi 
yang mulai enggan menyapa hidup

buat para leluhur
kutuliskan kata ini
ketika hujan memerangi matahari
:hujan di mata, matahari di hati

ungke
kolaka 2010

hanya catatan kecil

udara membeku di sekitar surau
langkah kecil kerbau meneror peluru
para pemburu mimpi
yang kemarin masih sempat melukis satu
kenyataan tentang perasaan

kematian di bumi,
adalah undangan buat tangisan langit
kematian nurani,
adalah undangan buat pertarungan sengit

kita mesti gegas
mengejar waktu yang tergesa
menuju hari penggenapan
entah kalah pun menang adalah pertaruhan
ya,
kita ini penjudi yang tidak pernah menyerah
hingga nanti nyawa adalah satu-satunya
harta yang tersisa

lupakan harga diri
demi diri, demi harga
demi kemenangan yang hanya akan menuntun kita ke neraka

ah,
udara masih membeku
langkah kaki kerbau pun masih
meneror peluru pemburu mimpi
:selalu

ungke
kolaka 2010

prosesi

dermaga tidur
kapal mendengkur

ikan kecil terjaga
ibunya
telah tiada

nelayan menelan
suapan terakhir
induk ikan.

ungke
kolaka 2010

tiga lelaki dalam tiga lamp warna

aku ingin diam
menatap puisi perjalanan waktu
sembari membaca laju kemanusiaan
dalam tiap larik helaan nafas

ada orang gila tidur
diperempatan jalan
mengoceh tentang penggusuran
yang kemarin membunuh kewarasannya
pun kehidupannya

"ini milik penguasa,
yang manakah tanah kami
hampir berabad lamanya
kami disini beranak-pinak"

penyapu jalanan meningkahi dengan gerak
yang kaku serupa nasibnya
seolah tumpukan sampah adalah
harga dari tiap keringat merah
yang menetes dari pori-porinya

ah,
kewarasan yang menggila
mengungkung kami di sini,
tiga lelaki dalam tiga warna lampu jalan

ungke
kolaka 2010

kesadaran

wajahwajah purba
menyebar kepenjuru masa
     sebagian mendaki langit
     sisanya memanjati matahari
semua sama menggenggam angin
tanpa kesadaran

jasadjasad kosong
berjalan dalam bengong
      sebagian diri adalah sendiri
      sisanya hanyalah iri
melangkah sejauh putaran waktu
lupa kesadaran

manusia menua dalam penyadaran
waktu merenta dalam perjalanan

siasia
memupuk kesadaran
hanya untuk tungku pembakaran

ungke
kolaka 2011