Jumat, 28 Januari 2011
Sabtu, 22 Januari 2011
kejujuran itu
hidup bukanlah ketakutan
tapi catatan yang dalam tiap lembarannya
selalu tertuang kejujuran
lihatlah bumi
jujur menerima terik matahari
sebab baginya
awal mula penciptaan
adalah kejujuran itu sendiri
kejujuran adalah tumbuhan hidup
berakar dihati,
berdaun dilangit
cobalah mengingat
cukup di ingat jangan di jawab
ungke
kolaka 2011
tapi catatan yang dalam tiap lembarannya
selalu tertuang kejujuran
lihatlah bumi
jujur menerima terik matahari
sebab baginya
awal mula penciptaan
adalah kejujuran itu sendiri
kejujuran adalah tumbuhan hidup
berakar dihati,
berdaun dilangit
cobalah mengingat
sedari surya terbangun hingga purnama membuainya
berapa banyak kejujuran
yang kalian tuliskansebanyak jarum jam kah
atau hanya sekali lompatan waktucukup di ingat jangan di jawab
benalu
mengingkari kejujuran kayu
mungkin baginya dialah raja
sedang kayu adalah pekerjakejujuran ditangan kiri
memberimu mati
kejujuran ditangan kanan
memberimu kehidupanhari ini
kejujuran menari
entah nantiungke
kolaka 2011
Jumat, 21 Januari 2011
tentang zaman atau kematian
mata,
yang sayu tampak enggan berpejam
berterangkan lilin yg sedikit berpijar
alunkan nada kesunyian malam
handphone berdering
"kriing" ... "kriing" ..
gantikan nyanyian jangkrik kecil bergeming
tak tampak lagi malam yg terbiasa beriring
alamku hilang
indahnya jadi kelam bak jarum ketakutan
ditelan "TEKNOLOGI" tuntutan zaman
melampaui batas kewajaran akal pikiran
petir menggelegar..
nadanya mengandung amarah
"membusuk lah perusak alam
matilah dalam penderitaan"
seiring langkahnya
karyaku mengalir terwakilkan air tangisan
mengalir tak tertahan
simbol negaraku terkikis benih kematian
yang sayu tampak enggan berpejam
berterangkan lilin yg sedikit berpijar
alunkan nada kesunyian malam
handphone berdering
"kriing" ... "kriing" ..
gantikan nyanyian jangkrik kecil bergeming
tak tampak lagi malam yg terbiasa beriring
alamku hilang
indahnya jadi kelam bak jarum ketakutan
ditelan "TEKNOLOGI" tuntutan zaman
melampaui batas kewajaran akal pikiran
petir menggelegar..
nadanya mengandung amarah
"membusuk lah perusak alam
matilah dalam penderitaan"
seiring langkahnya
karyaku mengalir terwakilkan air tangisan
mengalir tak tertahan
simbol negaraku terkikis benih kematian
leluhur dan pancaroba
buat para leluhur,
tahukah kalian tentang musim pancaroba
yang kini memeluk nisanmu
tidak,
musim ini lebih ganas dari yang kalian pernah rasakan
dahsyatnya
matahari membakar matahati
yang beterbangan bersama debu
kiriman dari puncak tempat kalian bersemayam
:mungkin kurang sesembahan
ada juga hujan hanya bening sekejap
selebihnya keruh bergemuruh mendahsyatkan
menelan nasib para pengungsi
yang mulai enggan menyapa hidup
buat para leluhur
kutuliskan kata ini
ketika hujan memerangi matahari
:hujan di mata, matahari di hati
ungke
kolaka 2010
hanya catatan kecil
udara membeku di sekitar surau
langkah kecil kerbau meneror peluru
para pemburu mimpi
yang kemarin masih sempat melukis satu
kenyataan tentang perasaan
kematian di bumi,
adalah undangan buat tangisan langit
kematian nurani,
adalah undangan buat pertarungan sengit
kita mesti gegas
mengejar waktu yang tergesa
menuju hari penggenapan
entah kalah pun menang adalah pertaruhan
ya,
kita ini penjudi yang tidak pernah menyerah
hingga nanti nyawa adalah satu-satunya
harta yang tersisa
lupakan harga diri
demi diri, demi harga
demi kemenangan yang hanya akan menuntun kita ke neraka
ah,
udara masih membeku
langkah kaki kerbau pun masih
meneror peluru pemburu mimpi
:selalu
ungke
kolaka 2010
prosesi
dermaga tidur
kapal mendengkur
ikan kecil terjaga
ibunya
telah tiada
nelayan menelan
suapan terakhir
induk ikan.
ungke
kolaka 2010
tiga lelaki dalam tiga lamp warna
aku ingin diam
menatap puisi perjalanan waktu
sembari membaca laju kemanusiaan
dalam tiap larik helaan nafas
ada orang gila tidur
diperempatan jalan
mengoceh tentang penggusuran
yang kemarin membunuh kewarasannya
pun kehidupannya
"ini milik penguasa,
yang manakah tanah kami
hampir berabad lamanya
kami disini beranak-pinak"
penyapu jalanan meningkahi dengan gerak
yang kaku serupa nasibnya
seolah tumpukan sampah adalah
harga dari tiap keringat merah
yang menetes dari pori-porinya
ah,
kewarasan yang menggila
mengungkung kami di sini,
tiga lelaki dalam tiga warna lampu jalan
ungke
kolaka 2010
kesadaran
wajahwajah purba
menyebar kepenjuru masa
sebagian mendaki langit
sisanya memanjati matahari
semua sama menggenggam angin
tanpa kesadaran
jasadjasad kosong
berjalan dalam bengong
sebagian diri adalah sendiri
sisanya hanyalah iri
melangkah sejauh putaran waktu
lupa kesadaran
manusia menua dalam penyadaran
waktu merenta dalam perjalanan
siasia
memupuk kesadaran
hanya untuk tungku pembakaran
ungke
kolaka 2011
Langganan:
Postingan (Atom)